Kisah hidup pegawai Trans tv yang menyedihkan

Ketika pertama kali aku main-main ke Trans TV di daerah Mampang,
Jakarta Selatan, aku melihat ada sesuatu yang menarik. Saat itu aku
duduk di Coffee Bean; (persis di kursi sebelah Julie Estelle yang
keliatan suntuk nungguin Moreno yang sedang didapuk menjadi komentator
liputan Balap Mobil F1 Trans7
) sambil nungguin Prabu Revolusi. Dari
kursiku, aku bisa memandang begitu banyak orang berseragam hitam hitam
berseliweran di lobi utama Trans Corp. Dan aku melihat adanya
kebanggaan di wajah mereka semua mengenakan seragam hitam-hitam itu.
Kata salah seorang campers (camera-person) Jelang Sore
yang aku kenal, tiap karyawan Trans akan merasa bahwa seragam mereka
itulah yang mengikat hati mereka dan membuncahkan kebanggaan mereka
menjadi karyawan Trans. Terutama bagi anak-anak baru. 

  "Istilahnya, gak usah pake duit asal kamu pake tu seragam pasti bisa dah dipake buat ngelamar anak orang.." katanya. 

Aku sendiri melihat bahwa Trans TV memang memiliki citra yang sangat
positif sebagai salah satu perusahaan yang paling dituju oleh lulusan
S1 setelah mereka lulus kuliah. Masih ingat kan, program rekrutmen
Trans TV bulan Januari 2007 yang masuk rekor MURI karena jumlah
pesertanya yang mencapai lebih dari 100.000 pelamar..? Itu saja sudah
menunjukkan betapa tinggi citra merek Trans TV di mata masyarakat
Indonesia. Dengan demikian, mestinya orang-orang berseragam hitam-hitam
yang aku lihat di lobi TransCorp memiliki kebanggaan yang besar bisa
lolos seleksi dan bekerja di salah satu perusahaan idaman para pencari
kerja. Paling tidak, itulah dugaanku semula..

Namun sejak akhir 2007, aku mendengar kabar bahwa banyak karyawan Trans
TV yang sudah dan akan mengundurkan diri dalam waktu dekat. Awal 2007,
presenter-presenter handal Trans TV seperti Mohammad Rizky
Hidayatullah, Tina Talissa, Afaf Bawazier, Budi Irawan, Hanum Rais, dan
lain-lain sudah hengkang ke stasiun TV lain, pada akhir 2007 gelombang
eksodus itu mengalir lagi. Jumlahnya tidak tanggung-tanggung. Dalam
empat bulan hingga Desember 2007, jumlah presenter, reporter, campers,
dan karyawan produksi Trans TV yang hengkang mencapai lebih dari 60
orang!! Dan yang hengkang bukanlah orang-orang sembarangan..!! 90% dari
mereka yang hengkang adalah mereka yang memiliki dedikasi yang tinggi
pada pekerjaan dan kinerja yang luar biasa. 

  Mau contoh?
Ratna Dumila, presenter cantik lulusan Fakultas Hukum UNAIR yang sudah
digadang-gadang Chairul Tanjung menjadi ikon Trans TV bersama Prabu
Revolusi, secara mendadak hengkang ke TV-One. Tidak hanya Mila, yang
juga memutuskan ikut dalam gelombang eksodus itu termasuk juga
presenter kesayangan pemirsa Trans TV Githa Nafeeza, Reza Prahadian
(wartawan kepresidenan Trans TV), Divi Lukmansyah (Koordinator seluruh
presenter Trans TV), Iwan Sudirwan (Kepala Divisi – boss besar seluruh
program berita Trans TV), bahkan sampai produser Reportase Investigasi
yang menghasilkan liputan-liputan luar biasa tentang tahu berbahan
formalin, bakso daging tikus, atau obat-obatan daur ulang. Bayangkan
kalau 60 orang dengan kualitas sehebat itu kemudian pindah dalam waktu
yang hampir bersamaan..!! Dan gelombang eksodus itu bahkan masih
berlanjut sampai Maret 2008, meskipun jumlah yang keluar tidak sebanyak
tahun 2007. Tapi, bila ditotal, jumlah mereka yang memutuskan untuk
hengkang dari Trans TV sejak tahun 2007 sampai dengan Maret 2008
mencapai hampir 100 orang. Buatku, itu suatu jumlah yang luar
biasa..!!!

  Kedekatanku dengan beberapa reporter, presenter, dan campers
Trans TV memungkinkan aku untuk bertanya-tanya pada mereka tentang apa
yang sebenarnya terjadi. Mereka semua menyampaikan jawaban yang senada,
yaitu bahwa mereka merasa bahwa Trans TV kurang memberikan penghargaan
atas apa yang mereka lakukan buat perusahaan. Dedikasi dan loyalitas
yang mereka berikan ternyata tidak disambut dengan sepadan oleh
perusahaan. Hal ini membuat kebanyakan orang-orang terbaik Trans TV
memilih untuk hengkang, meskipun kenyamanan atmosfir kerja di Trans TV
masih belum bisa ditandingi oleh stasiun TV lainnya di Indonesia. 

Dengan informasi sebatas itu, saat itu aku masih bertanya-tanya. Karena
menurutku, biasanya orang-orang media, apalagi yang memiliki kinerja
yang bagus, kebanyakan lebih mementingkan kondisi kerja yang kondusif.
Kenyamanan lingkungan kerja bagi pekerja profesi, biasanya, jauh lebih
penting dibandingkan penghargaan, apalagi penghargaan berupa uang.
Jadi, aku merasa bahwa mestinya ada hal lain yang membuat orang-orang
terbaik Trans TV hengkang dan mencari pelabuhan baru pada waktu yang
hampir bersamaan.

Baru pada awal bulan lalu aku menemukan jawabnya. Dari perbincangan
dengan beberapa orang teman Trans TV, aku menemukan sesuatu yang sangat
menarik. Sekaligus mengherankan. Ternyata di antara Stasiun TV swasta
nasional lain di Indonesia, Trans TV adalah stasiun TV yang menawarkan
penghasilan PALING RENDAH. Bahkan, standar gaji Trans TV setara dengan
standar gaji stasiun TV lokal seperti Banten-TV atau JTV..!!
Ingat, program rekrutmen Trans TV Januari 2007 yang masuk MURI yang
tadi sempat aku singgung? Mereka yang direkrut dari program itu
menerima take home pay Rp 1.500.000,- plus uang makan Rp 10.000 per hari masuk. Pernah lihat iklan rekrutmen presenter, reporter, dan campers
yang dilaksanakan di kampus-kampus di Surabaya (UNAIR), Yogyakarta
(UPN), Bandung (UNPAD) pada bulan April 2008? Mereka yang lolos
rekrutmen itu akan (masih rencana nih…) menerima take home pay
Rp 1.700.000,- plus uang makan Rp 10.000 per hari masuk. Mereka yang
memiliki jatah sebagai presenter acara di TV, seperti Prabu Revolusi
(Reportase Sore dan Reportase Investigasi), Ryan Wiedaryanto (Reportase
Sore dan Reportase Akhir Pekan), atau Sharah Aryo (Jelang Sore) lebih
beruntung. Karena mereka juga mendapat honor presenter, yaitu kurang
lebih Rp 70.000 untuk sekali tampil. 

Aku begitu kagetnya
mendengar informasi itu. Terbayang olehku ketika aku ikut proses
liputan Jelang Sore di Surabaya dan Bandung yang begitu melelahkan. Dan
untuk itu hanya mendapat penghasilan segitu..?? Pantaskah..??? Gak usah
bilang pantas atau tidak pantas deh. Cukupkah untuk hidup..??? Uang kos
di daerah Mampang berkisar Rp 600.000 sebulan dengan fasilitas minimal
dan langganan banjir, buat beli makan malam kurang lebih Rp 15.000
sekali makan di warung sederhana, belum buat beli pulsa HP, buat
transpor ojek yang Rp 5000 dari tempat kos ke kantor Trans TV, buat
sekedar jajan atau nonton kalo lagi malam mingguan. Berapa yang masih
tersisa dan cukup untuk ditabung…??? 

  Bukan cuma itu. Dari informasi itu pula, aku jadi tahu bahwa take home payyang notabene tinggal di Jakarta) ternyata masih lebih rendah dibandingkan take home pay rata-rata PNS dosen Universitas Airlangga..!!!

Aku tak mampu berkata apa-apa. Karena aku jadi langsung tahu, sangat
rasional kalau seorang presenter berita Trans TV yang sudah cukup
senior dengan take home pay berkisar Rp 2,5 juta sampai 3 juta per bulan langsung memutuskan untuk pindah begitu ditawari oleh TV-One take home pay
tiga kali lipatnya. Seorang presenter berita Trans TV dengan gaji
sebesar Rp 2,5 – 3 juta sebulan masih punya kewajiban untuk turun ke
lapangan melakukan liputan seharian penuh, kembali ke kantor untuk
mengedit liputannya sekaligus melakukan VO (Voice Over atau Dubbing),
lalu menyiapkan materi liputan besok atau bersiap-siap tampil
menyajikan berita, dan baru pulang ke rumah pukul 21 untuk kembali
masuk pukul 8 pagi esok harinya.
Kebayang gak, gimana kehidupan

presenter atau reporter Trans TV yang sudah berkeluarga..? Dengan jam
kerja yang begitu panjang, deadline yang begitu ketat, dan penghasilan
yang begitu seadanya, apa yang dapat mereka berikan dengan layak untuk
istri dan anak mereka..? Seorang karyawan dengan loyalitas dan dedikasi
tinggi sekalipun pasti akan terpaksa berpikir rasional dan menerima
tawaran lain yang lebih manusiawi. Mungkin saja mereka tidak akan dapat
merasakan suasana kerja yang senyaman di Trans TV, tapi aku yakin
mereka akan dapat menerimanya (dengan terpaksa) demi tuntutan hidup
yang harus mereka penuhi.

Aku bisa memahami itu semua kini, mengapa begitu banyak orang-orang
hebat Trans TV yang memilih untuk mencari tempat yang baru.
Money is not everything, but sometimes without money everything is nothing..
Sangat manusiawi apabila mereka-mereka yang memiliki kinerja yang bagus
dan dedikasi serta loyalitas yang tinggi harus takluk pada kebutuhan
yang paling mendasar yaitu uang.

Tapi, ada satu hal yang masih menggelitik pikiranku. Aku pernah membaca di majalah SWA pada edisi yang membahas tentang para eksekutif muda dan eksekutif yang diburu
oleh headhunters (para pencari, pemburu, dan pembajak tenaga kerja level eksekutif dari
perusahaan lain). Di artikel itu, tertulis bahwa dua pucuk pimpinan
Trans TV, yaitu Ishadi SK dan Wishnutama adalah dua eksekutif yang
menerima take home pay lebih dari Rp 100 juta per bulan.
Mengingat struktur organisasi Trans TV yang cenderung flat, ketimpangan
ini membuatku kembali bertanya-tanya….
  Apa yang sebenarnya terjadi…??

sumber : kaskus.co.id

Catatan : selalu bersukur dengan pekerjaan yang telah alloh berikan , rizki yang diberikan alhamdulilah cukup.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

081383935090

Unknown mengatakan...

gile bgt ente dah

Facebook Badge

Andra A Hidayat's Facebook profile